AGUSTUS 2024; SETORAN PAJAK DIGITAL CAPAI RP27,85 TRILIUN

Penerimaan Pajak Digital

Indonesiaconsult.com (13/09/2024), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan pemerintah mengantongi setoran pajak digital sebesar Rp27,85 triliun pada Agustus 2024.

Lebih spesifiknya, jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp22,3 triliun. Selanjutnya pajak mata uang virtual (kripto) sebesar Rp875,44 miliar dan pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,43 triliun. Selain itu, ada juga transaksi pengadaan barang dan/atau jasa yang dipungut pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa. Transaksi yang dimaksud adalah transaksi yang melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,25 triliun.

Penerimaan Pajak Digital

Dilansir dari laman Pajak.com, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dam Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti menyebutkan “Hingga 31 Agustus 2024, pemerintah mencatat pendapatan dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp27,85 triliun.” Pernyataan tersebut dikutip dari keterangan tertulisnya pada Jumat  (13/09).

Sementara itu, pemerintah telah menunjuk 176 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga Agustus 2024. Angka tersebut mencakup dua kali penunjukan baru dan satu pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE.

Dari total pemungut yang ditunjuk, terdapat 166 pelaku ekonomi yang memungut dan menyetorkan PPN PMSE senilai Rp22,3 triliun. “Jumlah tersebut terdiri dari setoran sebesar Rp731,4 miliar pada tahun 2020, setoran sebesar Rp3,90 triliun pada tahun 2021. Lalu, setoran sebesar Rp5,51 triliun pada tahun 2022, setoran sebesar Rp 6,76 triliun pada tahun 2023, dan setoran sebesar Rp5,39 triliun pada tahun 2024,” ujar Dwi. Dilansir dari laman Pajak.com (13/09).

Ada pula penerimaan pajak mata uang virtual (kripto) terkumpul sebesar Rp875,44 miliar hingga Agustus tahun 2024. Dirincikan sebagaimana penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar pada tahun 2022. Selanjutnya adalah sebesar Rp220,83 miliar dari 2023 serta Rp408,16 miliar di tahun 2024.

Penerimaan atas pajak kripto tersebut terdiri dari Rp411,12 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger. Mengikuti setalahnya adalah penerimaan PPN Dalam Negeri atas transaksi pembelian kripto di exchanger sebesar Rp464,32 miliar. Selain itu, pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp2,43 triliun hingga Agustus tahun 2024. Penerimaan ini berasal dari penerimaan tahun 2022 sebesar Rp446,39 miliar, penerimaan tahun 2023 sebesar Rp1,11 triliun, dan penerimaan tahun 2024 sebesar Rp872,23 miliar.

Pajak fintech yang disebutkan terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar Rp765,27 miliar. Selanjutnnya berasal dari PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri sebesar Rp354,2 miliar serta PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,31 triliun.

Penerimaan setoran pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Penerimaan pajak SIPP adalah sebesar Rp2,25 triliun per Agustus 2024. Penerimaan tersebut berasal penerimaan tahun 2022 sebesar Rp402,38 miliar, Rp1,12 triliun dari tahun 2023, dan Rp726,41 miliar pada tahun 2024. Penerimaan pajak SIPP yang dimaksud terdiri dari PPh sebesar Rp154,74 miliar dan PPN sebesar Rp2,09 triliun.

Potensi Penerimaan Lain

Dwi Astuti selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dam Hubungan Masyarakat DJP menyatakan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE. Pelaku usaha yang dimaksud adalah yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha konvensional serta digital.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lain seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan asset kripto. Potensi lainnya adalah pajak fintech atas Bungan pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui SIPP.

Sumber: Pajak.com