“Crazy Rich” Meningkat; Potensi Pajak Orang Kaya yang Menggiurkan

Pajak Orang Kaya

Indonesiaconsult.com (26/11/2024) – Jumlah orang kaya di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan pascapandemi dan dapat memengaruhi pendapatan dari pajak kekayaan (pajak orang kaya). Hal ini diungkapkan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Fenomena tersebut memberikan peluang besar pemerintahh untuk meningkatkan penerimaan negara melalui pajak kekayaan. Pajak orang kaya juga dapat menjadi solusi dalam mengurangi ketimpangan pendapatan yang kian melebar.

Populasi orang kaya Indonesia dengan kekayaan antara 1 juta dollar Amerika Serikat (AS) hingga 50 juta dollar AS mencapai 191.103 orang pada tahun 2021. Data tersebut berdasarkan data dari The Global Wealth Report. Angka ini pula diperkirakan akan melonjak menjadi 377.845 orang pada tahun 2026 mendatang.

Dengan jumlah yang disebutkan di atas, Inodnesia mampu unggul dari beberapa negara kaya, seperti Uni Emirat Arab (UEA). Hal ini disebabkan UEA diproyeksikan hanya memiliki 192.827 orang kaya pada tahun 2026.

“Sehingga, pajak kekayaan bisa jadi jalan untuk mengurangi ketimpangan dan serta meningkatan penerimaan negara.” Dilansir dari kajian terbaru Indef yang bertajuk Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025: Tantangan Pelik Kabinet Baru. Dikutip dari laman Pajak.com pada Selasa (26/11).

Baca Juga: Tarif Pajak Minimum Global 15% Akan Diterapkan Pada 2025

Potensi Pajak Orang Kaya

Pemberlakuan pajak kekayaan diyakini lebih efektif mengurangi ketimpangan dibandingkan pajak penghasilan orang pribadi (PPh). Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut menargetkan kepemilikan asset, bukan pendapatan. Seiring bertambahnya jumlah orang kaya, potensi pajak kekayaan akan semakin menjanjikan.

Selain itu, sektor ekonomi digital juga berpeluang besar dalam mendongkrak penerimaan negara. Ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat dengan nilai perdagangan atau gross merchandise value (GMV) yang diperkirakan mencapai angka 124 miliar dollar AS pada 2023. Situasi ini menjadikannya yang tersbesar di ASEAN.

Namun sayangnya, potensi besar ini belum tergarap secara penuh. Hingga tahun 2023, penerimaan pajak dari sektor digital hanya mencapai Rp16,9 triliun. Angka tersebut tentu saja masih jauh dari nilai potensialnya.

“Memang masih banyak ruang ekstensifikasi pajak yang dapat dioptimalkan untuk bisa memperluas penerimaan. Misalnya saja pajak digital. Hal ini didasarkan pada profil penerimaan pajak yang masih belum selaras dengan potensi ekonomi digital Indonesia,” jelas Indef.

Upaya dan Reformasi Pemerintah

Terdapat beberapa upaya serta reformasi yang dilakukan pemerintah untuk menyasar potensi-potensi penerimaan pajak menurut Indef. Meski begitu, intervensi politik yang kuat diperlukan demi memperkuat inisiasi tersebut. Misalnya, tantangan lain yang dihadapi adalah konsensus terkait pungutan PPh yang didasarkan pada lokasi serta kehadiran perusahaan secara fisik.

Kemudian adalah alokasi laba yang dapat dipungut (­significance economics presence/SEP) yang menjadi tantangan tersendiri. Ini karena setelah terjadi penegakan hukum atas pengenaan pajak lintas negara, konsensus atas beberapa batas threshold pajak yang musti dihimpun atas pajak digital ataupun pajak kekayaan.

Terakhir adalah bagaimana konsensus pajak atas pajak minimum global atau global minimum tax (GMT). Hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi tax avoidance.

Meski begitu, diskursus terkait hal tersebut muncul. Terlebih lagi saat konsensus disepakati, tarif pajak Indonesia akan berada pada tingkat yang lebih rendah. Akibatnya, tarif pajak untuk jenis pajak lain yang lebih mudah ditarik seperti pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi naik. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampakk penurunan pajak akibat berkurangnya tarif PPh.

Berdasarkan laporan Indef, beberapa reformasi diperlukan guna potensi besar dari pajak kekayaan (pajak orang kaya) dan pajak digital dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemerintah perlu menyeimbangkan kebijakan perpajakan inklusif. Ini bertujuan untuk menjawab tantangan ketimpangan pendapatan di tengah pesatnya perkembangan ekonomi.

Sumber: Pajak.com