Indonesiaconsult.com (28/11/2024) – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan alasan Presiden Prabowo Subianto kemungkinan tunda PPN 12%. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulanya dijadwalkan pada Januari 2025.
Luhut mengatakan, pemerintah akan meluncurkan langkah stimulus ekonomi terlebih dahulu kepada masyarakat lokal agar perekonomian tidak terpuruk lebih jauh. Stimulus perekonomian saat ini sedang dilaksanakan dalam bentuk subsidi listrik yang ditargetkan.
“Sebelum itu jadi (kenaikan PPN), harus diberikan dulu stimulus pada rakyat yang ekonominya sulit. Mungkin lagi dihitung dua bulan, tiga bulan, supaya jangan jatuh,” sebut Luhut. Hal ini ia sampaikan di kawasan TPS 4, Jakarta Selatan seusai mencoblos pada Pilkada Serentak 2024. Dikutip dari laman cnbcindonesia.com pada Kamis (28/11).
Meski demikian, Luhut belum bisa memastikan Presiden Prabowo akan memutuskan menunda kenaikan PPN atau tidak. Namun yang jelas, Presiden terlebih dahulu memastikan dirinya mengadakan rapat dengan kabinetnya. Rapat tersebut dalam rangka untuk mengambil keputusan kenaikan PPN, termasuk mengenai pengembangan subsidi listrik yang ditargetkan.
“Ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini (subsidi listrik). Tapi ya kita nggak tahu, nanti rapat masih ada beberapa lama kan,” tegas Luhut.
Baca Juga: Tolak PPN 12%; Suara Dari Berbagai Kalangan
Kemungkinan Tunda PPN 12%, Prabowo Tak Ingin Tambah Beban Rakyat
Luhut pastikan bahwa Presiden Prabowo memiliki kejelian melihat kondisi ekonomi masyarakat. Maka ia memastikan bahwa Presiden tidak ingin menambah beban ekonomi rakyat dengan kenaikan PPN tanpa pemberian stimulus ekonomi.
“Intinya presiden tidak mau beban rakyat ditambah. Jadi, bagaimana mengurangi dan juga itu dana kan perlu untuk tadi pergerakan ekonomi di bawah,” ujar Luhut.
Ia mengatakan, pemerintah mengembangkan bantuan sosial berupa subsidi listrik yang lebih tepat sasaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan keringanan kepada masyarakat yang sudah lama mengalami tunggakan tagihan listrik, sekitar dua hingga tiga bulan.
Menurut Luhut, sistem subsidi listrik untuk dua hingga tiga bulan ke depan saat ini sedang dipertimbangkan. Saat itu, dia meyakinkan pemerintah tidak akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebelum insentif dibayarkan langsung ke masyarakat.
“Listrik itu kan datanya lengkap. Jadi mungkin saja lagi dihitung, apakah dari 1.300 sampai 1.200 watt ke bawah. Ya orang-orang yang mungkin udah enggak bayar 2-3 bulan, lagi dihitung lah ya,” tegas Luhut.
Ia meyakinkan APBN cukup untuk memberikan stimulus ekonomi kepada masyarakat lokal berupa bantuan sosial dan subsidi listrik. Sebab menurut Luhut, pajak ratusan triliun yang dibayarkan selama ini sangat bagus dan bisa digunakan untuk subsidi.
“Ya di APBN cukup banyak, kita penerimaan pajak bagus, saya kira masih ada beberapa ratus triliun yang bisa. Enggak ada isu itu, hanya sekarang ingin Presiden itu lebih efisien, lebih efektif, targeted, apa yang diberikan itu,” sebut Luhut.
Sumber: cnbcindnesia.com