Tarif Pajak Penghasilan UMKM Hilang?

“Wajib pajak individu dari usaha kecil dan menengah (UMKM) harus naik kelas menjadi wajib pajak yang tidak lagi menggunakan PPh final”

Indonesiaconsult.com, (16/08/2024), Menurut Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, mulai tahun 2025, usaha mikro kecil menengah (UMKM) wajib pajak orang pribadi tidak akan dapat lagi menggunakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen. Ketentuan ini berlaku untuk Wajib Pajak individu yang telah menggunakan fasilitas tersebut selama tujuh tahun.

Seperti yang diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 menetapkan fasilitas PPh final 0,5 persen untuk UMKM Wajib Pajak Orang Pribadi. Dengan demikian, UMKM yang telah memanfaatkan fasilitas ini sejak tahun 2018 harus mulai menggunakan tarif PPh normal mulai tahun 2025.

Setelah tahun ketujuh, wajib pajak individu dari usaha kecil dan menengah (UMKM) harus naik kelas menjadi wajib pajak yang tidak lagi menggunakan PPh final. Dalam Konferensi Pers Kinerja dan Fakta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta (KiTa), dia menyatakan, “Untuk alasan ini, kami akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi hingga tingkat kantor kami yang paling rendah, yaitu Kantor Pelayanan Pajak/KPP dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan/KP2KP) di seluruh Indonesia,” dikutip dari Pajak.com, 15 Agustus.

Suryo menegaskan bahwa PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang menetapkan pembatasan pemanfaatan fasilitas PPh final sebesar 0,5 persen. Pembatasan ini juga diperkuat oleh PP Nomor 55 Tahun 2022. Selain itu, peraturan ini menetapkan bahwa Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma dapat memperoleh tarif 0,5 persen selama paling lama empat tahun. Sebaliknya, Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas harus memperoleh tarif selama paling lama tiga tahun masa pajak.

Selain itu, PP Nomor 23 Tahun 2018 mengatur pengenaan PPh untuk tahun pajak 2025. Apabila telah memenuhi syarat dan pendapatan tidak melebihi Rp 4,8 miliar, mereka dapat menggunakan Norma Penghitungan atau menggunakan tarif normal dan menyelenggarakan pembukuan jika pendapatan di atas Rp 4,8 miliar.

Ada dua ketentuan dalam ketentuan yang berlaku umum. Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak, ketentuan umum memperhitungkan catatan biaya dan penghasilan yang dapat dikurangkan. Berhitung untung dan rugi sama dengan menghitung biaya produk dan penjualan. Selain itu, Anda dapat menggunakan Norma Penghitungan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Ini adalah presentase tertentu dikalikan omzet dan kemudian dikalikan tarif normal untuk menentukan berapa penghasilan kena pajak dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Suryo menjelaskan bahwa untuk menerapkan standar tersebut, seseorang harus memberikan pemberitahuan paling lambat pada Maret 2025 saat menyampaikan SPT tahunan.

Tarif pajak standar untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah sebagai berikut, berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP):

  1. Penghasilan Rp 0 – Rp 60 juta (dikenakan tarif PPh 5 persen);
  2. Penghasilan di atas Rp 60 juta – Rp 250 juta (15 persen);
  3. Penghasilan di atas Rp 250 juta – Rp 500 juta (25 persen);
  4. Penghasilan di atas RP 500 juta – Rp 5 miliar (30 persen); dan
  5. Penghasilan di atas Rp 5 miliar (35 persen).

Selain itu, UU HPP menetapkan tarif pajak sebesar 22 persen untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) mulai tahun 2022.