“PMK Nomor 47 Tahun 2024 merupakan perubahan dari PMK Nomor 70 Tahun 2017. PMK ini memberi DJP wewenang untuk mendapatkan informasi keuangan dari lembaga mengenai rekening nasabah yang memiliki nilai minimal Rp 200 juta.”
Indonesiaconsult.com, (16/08/2024), Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan memberikan otoritas kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengidentifikasi rekening Wajib Pajak senilai Rp 1 miliar. Menurut Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan, terbitnya PMK baru ini merupakan penyesuaian dari perjanjian global tentang Automatic Information Exchange (AEoI).
Untuk informasi, PMK Nomor 47 Tahun 2024 merupakan perubahan dari PMK Nomor 70 Tahun 2017. PMK ini memberi DJP wewenang untuk mendapatkan informasi keuangan dari lembaga mengenai rekening nasabah yang memiliki nilai minimal Rp 200 juta.
Dalam konferensi Pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta (KiTa) Edis, Suahasil menyatakan, “Supaya Indonesia bisa memperoleh manfaat dari sistem ini, kita juga harus ikut dalam kegiatan internasional mengenai pertukaran data, dan kita mengatur pertukaran data dan akses pertukaran data melalui PMK baru ini.”
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo memastikan bahwa DJP memiliki wewenang untuk mengakses rekening nasabah. Tujuan dari wewenang ini adalah untuk memastikan bahwa data itu valid, yang akan digunakan sebagai dasar untuk kegiatan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.
Dengan PMK (PMK Nomor 47 Tahun 2024), kami berusaha untuk memastikan bahwa data yang akan kami pertukarkan lebih valid secara kualitas dan ketepatannya. PMK ini juga mengatur bagaimana lembaga dan perbankan harus melakukan due diligence sebelum membuka rekening kepada klien mereka. Suryo menyatakan bahwa mereka berhak untuk mengevaluasi jika ada kesepakatan untuk mencegah pertukaran data dan informasi.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk perpajakan mengatur program Automatic Exchange of Information (AEoI), PMK Nomor 47 Tahun 2024 menetapkan bahwa setiap pihak dilarang melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban informasi pajak.
Oleh karena itu, Suryo menekankan bahwa PMK Nomor 47 Tahun 2024 menetapkan bahwa pertukaran data untuk kepentingan perpajakan harus dilakukan melalui kesepakatan antar-negara. Dengan cara ini, Indonesia dapat mendapatkan data pelanggan dari negara mitra yang telah bersepakat, dan sebaliknya.
Suryo menambahkan, “Ini benar-benar kesepakatan bersama di tingkat internasional tentang validitas data ini karena data ini sangat penting ketika kita menegakan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak di masing-masing otoritas.”