Indonesiaconsult.com (18/03/2025) – Sinyal kegagalan pencapaian target pendapatan negara atau shortfall untuk tahun anggaran 2025 telah muncul sejak awal tahun. Penyebabnya adalah menurunnya kinerja penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Beberapa ekonom memperkirakan hal ini karena penerimaan pajak telah menurun dalam dua bulan pertama tahun ini. Hal ini terjadi dengan angka yang lebih buruk dibandingkan tahun anggaran 2024. Pada 2024, penerimaan pajak mengalami shortfall untuk pertama kalinya dalam 4 tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp 316,9 triliun, menurun 20,82% dari periode yang sama tahun lalu. Penerimaan pajak juga mengalami penurunan sebesar 30,19% menjadi Rp 187,8 triliun. Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) turun 4,15% menjadi Rp 76,4 triliun. Hanya penerimaan bea dan cukai yang mengalami kenaikan sebesar 2,13% menjadi Rp 52,6 triliun.
Menurut Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, penurunan penerimaan pajak disebabkan oleh beberapa factor. Salah satunya termasuk pembatalan kenaikan tarif PPN, melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, dan masalah sistem Coretax.
Ia memprediksi bahwa permasalahan ini akan memperburuk penerimaan pajak dan pendapatan negara lainnya sepanjang tahun ini. Faktor-faktor lain seperti pemburukan harga komoditas dan masalah lebih bayar akibat kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) juga akan mempengaruhi pendapatan.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu telah menyiapkan strategi tambahan untuk meningkatkan penerimaan negara. Hal tersebut termasuk pajak, yang telah menurun di awal tahun ini. Strategi ini bertujuan mengkompensasi potensi penerimaan negara yang hilang akibat pembatalan penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% untuk semua barang dan jasa pada 2025.
Menurut Sri Mulyani, PPN 12% hanya akan diterapkan untuk barang mewah, sedangkan untuk barang lainnya akan tetap sebesar 11%. Ia menjelaskan bahwa upaya ekstra ini diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara yang telah menurun.
Baca Juga: IC Consultant Bali Selenggarakan Edukasi Pajak bagi Pelaku Usaha
Penurunan Kinerja Pajak?
Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa penurunan penerimaan negara telah diantisipasi dan bahwa optimalisasi penerimaan negara pada 2025 akan dijalankan melalui empat Inisiatif Strategis, yaitu:
- Optimalisasi Penerimaan Pajak: dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengurangi kesenjangan pajak.
- Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): dengan meningkatkan penerimaan dari sumber daya alam dan lainnya.
- Pengembangan Sistem dan Teknologi: dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengumpulan penerimaan negara.
- Pengawasan dan Pengendalian: dengan meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penerimaan negara.
Ia juga menjelaskan bahwa optimalisasi penerimaan negara akan dijalankan melalui empat Aspek Kolaborasi di internal Kemenkeu, yaitu:
- Kolaborasi Sistem: dengan meningkatkan integrasi sistem dan teknologi.
- Kolaborasi Big Data: dengan meningkatkan penggunaan data besar untuk optimalisasi penerimaan.
- Kolaborasi Regulasi: dengan meningkatkan harmonisasi regulasi dan kebijakan.
- Kolaborasi Proses Bisnis: dengan meningkatkan sinkronisasi proses bisnis dan pengawasan penerimaan.
empat Inisiatif Strategis di internal Kemenkeu:
- Transformasi Joint Program Sinergi Penerimaan: Kemenkeu akan menganalisis, mengawasi, memeriksa, menagih, dan melakukan intelijen terhadap 2.000 wajib pajak baru yang belum tercover sistem perpajakan.
- Penguatan Perpajakan Transaksi Digital: Kemenkeu akan memperkuat perpajakan transaksi digital di dalam dan luar negeri, termasuk pelacakan transaksi digital.
- Intensifikasi Penerimaan Negara Bukan Pajak SDA: Kemenkeu akan mengintensifikasi penerimaan negara bukan pajak dari komoditas batu bara, nikel, timah, bauksit, dan satgas sawit, serta akan menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan harga batu bara acuan.
- Intensifikasi PNBP K/L Layanan Premium: Kemenkeu akan mengintensifikasi penerimaan negara bukan pajak dari layanan premium, khususnya untuk sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan, yang ditujukan untuk kelas menengah ke atas.
Sumber: Cnbcindonesia.com