Indonesiaconsult.com (27/09/2024), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan baru-baru ini mengumumkan penerimaan pajak kelas menengah. Beban tersebut disebutkan hanya sekitar 1% dari total penerimaan pajak negara. Angka ini cukup mengejutkan mengingat kelas menengah kerap dianggap sebagai tulang punggung perekonomian.
Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak, DJP Kementerian Keuangan Mushamad Arifin mengatakan rendahnya beban pajak disebabkan beberapa faktor. Salah satunya adalah struktur pendapatan yang masih terbatas pada kelompok tertentu.
Meskipun sebagian besar penerimaan pajak berasal dari usaha besar dan kelompok berpendapatan tinggi, kelas menengah lebih aktif di sektor informal. Bagian ini merupakan bagian yang tidak secara formal dimasukkan dalam sistem perpajakan dan mencakup usaha kecil, menengah, dan kecil ( Termasuk Badan UMKM).
“Pajak yang dibayarkan oleh orang pribadi relatif kecil, hanya sekitar 1% jika dibagi dengan pendapatan nasional,” kata Ariffin, Jumat (27/9), seperti dikutip Pajak.com.
Menurut Arifin, sebagian besar UMKM di Indonesia bergerak di sektor informal. Banyak pelaku ekonomi yang tidak terdaftar secara resmi atau tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Akibatnya, pendapatan mereka tidak akan tercatat dalam sistem perpajakan.
“Orang-orang ini biasanya masuk ke sektor UMKM. Sektor UMKM ini tingkat informalitasnya sangat tinggi sehingga tidak masuk dalam data perpajakan,” jelasnya.
Penurunan Jumlah Kelas Menengah
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah terus menurun. Tahun 2019 sebanyak 57,33 juta orang, tahun 2021 menjadi 53,83 juta orang, dan tahun 2022 turun lagi menjadi 49,51 juta orang.
Saat ini banyak masyarakat kelas menengah yang masuk ke dalam kelompok menuju kelas menengah (emerging middle class). Jumlahnya diperkirakan akan meningkat dari 136,92 juta pada tahun 2023 menjadi 137,5 juta pada tahun 2024 .
Sedangkan jumlah penduduk kelas atas mengalami penurunan dari 1,26 juta jiwa pada tahun 2023 menjadi 1,07 juta jiwa pada tahun 2024. Kelompok kelas menengah mencakup masyarakat dengan pengeluaran antara Rp2.040.262 hingga Rp9.909.844 per orang setiap bulan pada tahun 2024.
Jumlah ini ditentukan dengan menggunakan perhitungan 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan suatu negara, menurut standar kelas menengah Bank Dunia. (PIt) Direktur Jenderal BPS Amalia Adininggar Widyasanti merekomendasikan pemerintah mengambil langkah untuk memperkuat daya beli masyarakat kelas menengah. Sebab, kelompok ini berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
Pasalnya, jumlah kelas menengah dan kelas menengah Indonesia akan mencapai 66,35% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2024. Pengeluaran konsumsi kedua kelompok ini mencapai 81,49% dari total konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, kelas menengah berperan penting sebagai bantalan perekonomian nasional.
Sumber: Pajak.com