Indonesiaconsult.com (14/11/2024) – Pemerintah akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025. Namun para pengusaha menilai kenaikan PPN 12% ini akan membuat keadaan perekonomian semakin sulit, apalagi mengingat daya beli masyarakat yang semakin berkurang.
Industri makanan dan minuman akan terkena dampak paling besar. Meski industri makanan dan minuman terus tumbuh, namun keuntungannya terus menyusut. Hal tersebut disampaikan Adhi S Lukman selaku Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).
Kenaikan PPN Beratkan Pengusaha Makanan dan Minuman
Rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% telah menciptakan situasi sulit bagi dunia usaha. Adhi S Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), keuntungan yang diperoleh semakin mengecil. Ia mengatakan bahwa hal ini bisa saja terjadi meski industri makanan dan minuman terus tumbuh.
“Semakin berat karena persaingan semakin ketat. Kenaikan-kenaikan harga bahan baku, energi, logistic, semua naik luar biasa di tengah persaingan ekonomi ini. Hal ini karena pengaruh global geopolitik, karena financing dan lain sebagainya,” ujar Adhi usai Pameran SIAL Interfood di JI-Expo. Dikutip dari laman cnbcindonesia.com pada Kamis (14/11).
Ia juga berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12%, karena hal ini dapat berdampak lebih buruk pada industri. Selain itu, daya beli masyarakat juga belum kembali membaik.
Manajer perusahaan juga akan menghadapi tantangan ini untuk meningkatkan efisiensi, namun hal ini tidak berarti bahwa pengurangan jumlah karyawan merupakan prioritas. Di sisi lain, perusahaan manufaktur harus mampu memanfaatkan otomatisasi. Ini bertujuan untuk meningkatkan daya saingnya dengan menawarkan produk berkualitas tinggi dengan harga terjangkau.
Baca Juga: Rencana Kenaikan PPN Jadi 12% Pada 2025 Tuai Kritik
Permintaan Review Kembali
Pada Pameran Sial Interfood 2024 lalu di JI-Expo Kemayoran, Adhi menyampaikan kegelisahan dari pengusaha makanan dan minuman. Para pengusaha berharap agar pemerintah me-review kembali kenaikan PPN.
Adhi menyebutkan bahwa kondisi saat ini sangat berat bagi dunia usaha, terutama bagian retail. Kenaikan 1% dirasa sangat berat, terlebih untuk kebutuhan pangan.
“Kami sampaikan bahwa kami berharap pemerintah me-review kembali PPN itu. Ini karena kondisi saat ini sangat berat bagi dunia usaha, terutama untuk retail. Kenaikan 1% itu sangat berat sekali, apalagi untuk kebutuhan pangan,” sebut Adhi. Dikutip dari laman cnbcindonesia.com pada Kamis (14/11).
Daripada menaikkan PPN, pemerintah dapat mencari sumber pendapatan lain melalui PPN. Selain itu, pemerintah juga dapat mengandalkan masyarakat luas yang banyak diantaranya kalangan menengah melalui PPN.
“Kita harap pemerintah dapat ekstensifikasi pajak, tidak intensifikasi. Jadi karena sebetulnya wajib pajak itu masih banyak yang belum berkontribusi. Kita harap bisa seperti diratakan ekstensifikasinya sehingga equal treatment semua warga negara wajib membeli pajak,” ujar Adhi.
Seperti diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 masih sebesar 4,95%. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal II-2024 sebesar 5,05% dan kuartal I-2024 sebesar 5,05%.
Konsumsi rumah tangga yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi dan berdampak 53,08% terhadap PDB setelah belanja, hanya tumbuh sebesar 4,91%. Angka ini terbilang lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II tahun 2024 sebesar 4,93%.
Beban daya beli masyarakat akan semakin meningkat di kemudian hari dan konsumsi rumah tangga mungkin akan semakin turun. Hal ini merupakan akibat dari kenaikan PPN sebesar 12% pada tahun 2025 sebagaimana disyaratkan dalam UU HPP.
Sumber: cnbcindonesia.com