Tax Amnesty; Pengemplang Pajak Berulang Kali Diampuni, Warga Hilang Kepercayaan Terhadap Pajak

Indonesiaconsult.com (20/11/2024) – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi menyetujui masuknya revisi UU tax amnesty ke dalam Prolegnas Prioritas 2025. Keputusan masuknya kebijakan ini dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas, artinya revisi ini akan dikebut untuk disahkan tahun depan.

Jika rencana tersebut berjalan, maka untuk ketiga kalinya pemerintah melaksanakan program pengampunan pajak (tax amnesty) untuk para pengemplang pajak. DPR bahkan mengambil ancang-ancang untuk mendorong agar program tersebut dapat dilaksanakan pada tahun 2025 mendatang. Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah telah melaksanakan tax amnesty pada tahun 2016-2017 dan tahun 2022.

Tuai Kritik Dari Kalangan Ekonom

Program amnesti pajak jilid III ini akhirnya menuai kritik dari para ekonom. Hal ini dikarenakan pelaksanaannya dilakukan di tengah keputusan pemerintah yang menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025.

“Tax amnesty itu kebijakan blunder untuk menaikkan penerimaan pajak,” tutur Bhima Yudhistira yang dikutip dari laman cnbcindonesia.com pada Rabu (20/11). Beliau merupakan Direktur Eksekutif dari Center of Economic and Law Studies (Celios).

Bhima berpendapat, terlalu sering diberlakukannya tax amnesti akan berdampak pada kepatuhan orang-orang kaya dan perusahaan besar. Ia mengatakan bahwa para penghindar pajak akan mengira pemerintah akan terus melanjutkan amnesti pajak.

Wahyu Widodo, Ekonom Universitas Diponegoro, berpendapat bahwa amnesti pajak harus diterapkan untuk meningkatkan kepatuhan melalui mekanisme amnesti. Namun jika hal ini terus berlanjut maka akan menjadi preseden buruk bagi sistem perpajakan.

“Kalau dilakukan berulang, berarti ada sistem yang salah dan tidak kredibel. Pembayar pajak yang mengemplang harusnya diadili secara hukum, bukan diampuni secara periodik,” ujar Wahyu.

Baca Juga: Pengusaha Makanan Minuman; Kenaikan PPN 12% Buat Beban Semakin Berat

Rakyat Kecil Dihantam PPN

Amnesti pajak pada dasarnya sering dimanfaatkan oleh wajib pajak yang berpendapatan tinggi, baik itu konglomerat maupun crazy rich. Misalnya, program amnesti pajak Judul II tahun 2022 terdapat 11 orang super kaya (crazy rich) yang menerima amnesti dari pemerintah tanpa membayar pajak. Aset atau harta mereka bernilai lebih dari Rp 1 triliun.

Sedangkan saat ini PPN dipungut atas seluruh transaksi barang dan jasa yang dilakukan oleh warga negara. Hal ini berlaku baik bagi kelas menengah maupun masyarakat miskin. Apalagi saat ini pemerintah berencana untuk menaikkan PPN menjadi 12%. Maka tak heran jika di media sosial banyak orang yang mengatakan bahwa rakyat kecil akan dihantam PPN dan rakyat kaya akan mendapatkan pengampunan pajak.

Masyarakat kelas menengah ke bawah saat ini berada dalam tekanan daya beli. Ini terjadi karena pendapatan mereka tidak mampu mengimbangi kenaikan inflasi. Hal tersebut tercermin dari tingkat konsumsi rumah tangga yang bahkan belum melebihi 5% selama tiga kuartal sehingga semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kenaikan PPN sebesar 12% pada tahun 2025 berdasarkan Harmonisasi Undang-Undang Perpajakan (UU HPP) akan semakin membebani daya beli masyarakat di masa depan. Kebijakan ini juga berpotensi menyebabkan penurunan tarif pajak konsumsi rumah tangga lebih lanjut. Hal tersebut dikatakan oleh Teresa Auria Falianti selaku Guru Besar Ekonomi Keuangan Universitas Indonesia (UI).

Tax Amnesty Sebagai Jalan Keluar

Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun mengatakan bahwa DPR tak ingin para pengemplang pajak terus menerus menghindar dari pajak. Menurutnya, tax amnesty dapat menjadi jalan keluar untuk mengampuni kesalahan perpajakan.

“Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka amnesty ini merupakan salah satu jalan keluar,” ujar Misbakhun.

Sebelumnya, program pengampunan pajak (tax amnesty) ini telah dilakukan sebanyak dua kali. Program ini bertujuan untuk menarik uang menarik uang dari para wajib pajak yang disinyalir menyimpan asset-asetnya di sejumlah negara suaka pajak. Pemerintah berharap kabijakan tersebut dapat mengalihkan uang mereka kembali ke Indonesia.

 

Sumber: cnbcindonesia.com